Tanaman teh yang belum menghasilkan
mendapat naungan sementara dari tanaman pupuk hijau seperti Crotalaria sp. atau
Theprosia sp. Namun sementara ini biasa ditanam selang dua baris dari tanaman
teh, dan pada umur sekitar enam bulan tingginya telah mencapai lebih dari satu
meter. Agar tanaman pupuk hijau ini tidak mengganggu pertumbuhan tanaman teh,
perlu dilakukan pemangkasan. Pemangkasan dilakukan pada tinggi 50 cm dan sisa
pangkasan dihamparkan sebagai mulsa disekitar tanaman. Pemangkasan tanaman
pupuk hijau dilakukan setiap enam bulan sekali yaitu pada waktu musim hujan.
Jangan melakukan pemangkasan pada musim kemarau karena pada saat itu tanaman
teh muda membutuhkan naungan.
1. Pengendalian gulma
Pengendalian gulma di perkebunan teh
merupakan salah satu kegiatan rutin yang sangat penting dalam pemeliharaan
tanaman teh. Populasi gulma yang tumbuh tidak terkendali, akan merugikan
tanaman teh karena terjadinya persaingan di dalam memperoleh unsur hara, air,
cahaya matahari, dan ruang tumbuh. Jenis-jenis gulma tertentu diduga pula
mengeluarkan senyawa racun (allelopati) yang membahayakan tanaman teh.
Gulma dapat menjadi masalah besar terutama pada areal tanaman teh
muda atau pada areal tanaman teh produktif yang baru dipangkas. Hal ini
sebabkan sebagian besar permukaan tanah terbuka dan secara langsung mendapatkan
sinar matahari, sehingga perkecambahan maupun laju per-tumbuhan berbagai jenis
gulma berlangsung sangat cepat. Pengendalian gulma pada pertanaman teh bertujuan
untuk menekan serendah mungkin kerugian yang ditimbulkan akibat gulma, sehingga
diperoleh laju pertumbuhan tanaman teh dan produksi pucuk yang maksimal
2. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit cacar yang disebabkan oleh
jamur Exobasidium VexansMassae berasal dari Assam, India. Untuk pertama kalinya
penyakit ini ditemukan di Indonesia pada tahun 1949, yaitu di perkebunan Bah
Butong, Sumatera Utara. Sejak saat ini penyakit cacar meluas ke hampur seluruh
perkebunan teh di Indonesia, dan menjadi penyakit yang paling merugikan,
terutama untuk kebun-kebun teh di dataran tinggi. Penyakit cacar dapat
mengakibatkan kehilangan hasil sampai dengan 40% dan penurunan kuallitas teh
jadi, yang ditandai berkurangnya kandungan theaflavin, thearubigin, kafein,
substansi polimer tinggi, dan fenol total pucuk.
Intensitas serangan 28% sudah dapat
mengakibatkan penurunan kualitas teh jadi, sedangkan kehilangan hasil baru
dapat terjadi pada intensitas serangan 35%. Sampai saat ini tindakkan
pengendalian penyakit cacar yang paling umum dilakukan di kebun-kebun teh
adalah penggunaan fungisida sintetik, terutama fungisida tembaga, karena
dianggap sebagai suatu teknik pengendalian yang efektif, praktis, dan ekonomis.
Pada umumnya pekebun merasa puas dengan hasil yang diperoleh, sehingga kurang
memperhatikan dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari penggunaan fungisida
tembaga. Kenyataan bahwa penggunaan fungisida tembaga dapat memacu
per-kembangan populasi tungau atau Brevipalpus phoenicis.
Penggunaan
fungisida tembaga merupakan cara yang paling efektif untuk mengendalikan
penyakit cacar, namun memiliki dampak negatif, karena itu perlu dipertimbangkan
untuk mulai menerapkan strategi pengendalian penyakit cacar yang menekan penggunaan fungisida sintetik umumnya, dan
fungisida tembaga khususnya, yaitu suatu strategi pengendalian yang tidak hanya
menggantungkan diri pada penerapan satu teknik pengendalian penyakit saja,
tetapi mengkombinasikan berbagai teknik pengendalian penyakit tanaman secara terpadu.
Title : Pemeliharaan Teh
Description : Tanaman teh yang belum menghasilkan mendapat naungan sementara dari tanaman pupuk hijau seperti Crotalaria sp. atau Theprosia sp. Nam...