Bung Tomo
lahir dalam lingkungan
kampung Surabaya, tepatnya di
daerah Blauran. Karena factor ekonomi pada tahun 1930-an keluarga Bung Tomo berjuang hidup
dibawah tekanan. Bung
Tomo sendiri ikut bekerja membantu orang tuanya. Jiwa kebangsaan Bung Tomo tampak ketika ikut dalam KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia).
Prestasi terbaik Bung Tomo adalah
memperoleh lencana elang dan Bung Tomo mempunyai
kemampuan dalam tulis-menulis
yang mengantarkannya menjadi wartawan Domei. Daya tarik inilah
yang membuat PRI
(Pemuda Republik Indonesia)
merekrut Bung Tomo menjadi seksi penerangan. Berita Proklamasi
Kemerdekaan pertama kali diketahui oleh Bung Tomo, Yacob, dan
R. Sumadi. Bung
Tomo kemudian membuat
pengumuman yang ditempel di
depan kantor berita
Domei dan bisa
dibaca oleh rakyat.
Pasca menerima berita Proklamasi
dengan segera di
Surabaya diadakan peralihan pemerintahan dan
perebutan senjata dari
Jepang. Bung Tomo turut
serta dalam perundingan dengan
pihak Jepang.
Pertempuran 10 Nopember 1945
Insiden
perobekan bendera Belanda di Hotel Orange yang berlokasi di jalan Tunjungan
Surabaya
menyulut bentrokan-bentrokan
bersenjata antara pasukan Inggris dengan para pejuang di Surabaya yang memuncak
dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pimpinan tentara Inggris untuk di
Jawa Timur pada 30 Oktober 1945. Terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, membuat
penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum bahwa semua
pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan
meletakkan senjatanya di tempat yang
ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas
ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut
ditolak mentah-mentah oleh para pejuang. Dengan bambu runcing,
Bung Tomo dan arek-arek Suroboyo memilih berjuang hingga titik darah penghabisan. Sekutu menepati
ultimatumnya pada 10 November 1945 pagi tentara Inggris mulai melancarkan
serangan besar-besaran dan dahsyat, dengan mengerahkan sekitar 30.000 serdadu,
50 pesawat terbang, sejumlah tank dan kapal perang. Berbagai daerah dikota
Surabaya dihujani bom dari udara oleh pasukan inggris,karena menolak
menyerahkan senjata. Arek-arek Suroboyo ditembaki secara membabi-buta dengan
meriam dari laut dan darat. Dua kuintal bom dijatuhkan pasukan Sekutu. Drum
bensin meledak. Jam 6.10, Surabaya menjadi lautan api.Tentara Inggris menduga
bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3
hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk
pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup
banyak. Namun di luar dugaan, ternyata perlawanan itu bisa bertahan lama,
berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan
rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi,
makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai
sebulan. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak
lagi yang luka-luka. Pemandangan tanggal 30 November 1945, sepanjang mata
memandang, bergelimpangan mayat terbujur kaku, hangus, serpihan daging dari
30.000 orang. Para pejuang rela berkorban nyawa berjibaku mempertahankan
kehormatan tanah airnya, Surabaya. Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu
juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir
penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Petikan pidato Bung Tomo yang
sangat terkenal:
Selama
banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin
secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau
menyerah kepada siapapun juga. Kita tunjukken bahwa kita ini benar-benar
orang-orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik
hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap Merdeka atau Mati. Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar!! Merdeka!!
Title : Sejarah Bung Tomo
Description : Bung Tomo lahir dalam lingkungan kampung Surabaya, tepatnya di daerah Blauran. Karena factor ekonomi pada tahun 1930-an kelua...