Tanaman kelapa
sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian
generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun,
sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari
bunga dan buah.
1. Bagian vegetatif
a. Akar
Akar tanaman
kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi
tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu
menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga
tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya
runcing, dan berwarna putih atau kekuningan.
Tanaman kelapa
sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke
samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Akar primer
tumbuh ke bawah di alam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder,
terti¬er, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar
tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak
mengandung zat hara. Di samping itu, tumbuh pula akar nafas yang muncul di atas
permukaan atau di dalam air tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi pada tanah
lapisan atas.
Akar tertier dan kuarter juga
banyak ditemukan sampai dengan 1 m di dalam tanah. Bahkan ada yang mampu tumbuh
sampai dengan kedalaman 5 m. Namun, sistem perakaran yang paling banyak
ditemukan adalah pada kedalaman 0-20 cm, yaitu pada lapisan olah tanah (top
soil). Oleh karena itu, jika menemukan sistem perakaran yang dangkal, perlu
menjaga ketersediaan unsur hara dan permukaan air tanah yang lebih mendekati
permukaan akar tanaman, terutama pada lahan gambut dan lahan kritis.
b. Batang
Kelapa sawit
merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan
umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta
menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit berbentuk silinder
dengan diameter 20-75 cm. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat
karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas
setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Jika
kondisi lingkungan sesuai, pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100
cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15-18 m, sedangkan
yang di alam mencapai 30 m. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman,
kesuburan lahan, dan iklim setempat.
c. Daun
Daun kelapa
sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan
bertulang sejajar. Daun-daun memben¬tuk satu pelepah yang panjangnya mencapai
lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar antara 250-400
helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang
subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagai
tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama
proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk
sehingga produksi akan meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Umur
daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6-7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat
dan segar berwarna hijau tua.
2. Bagian generatif
a. bunga
Kelapa sawit
merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga
betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu
tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap rangkaian
bunga muncul dari pangkal pelepah daun. Sebelum bunga mekar dan masih
diselubungi seludang, dapat dibedakan bunga jantan dengan bunga betina, yaitu
dengan melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung
kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil, sedangkan bunga
betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah
lebih besar.
b. Buah
Buah disebut
juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur
sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5
tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun,
jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen
pada umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan.
Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen
kurang lebih 5-6 bulan. Warna buah tergantung varietas dan umurnya.
Tanaman kelapa
sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Untuk tanaman yang
semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Pada tahun-tahun
pertama tanaman berbuah sekitar 3-6 kg, tetapi semakin tua berat tandan
bertambah yaitu 25-35 kg/tandan. Banyaknya buah yang terdapat pada satu tandan
tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budi dayanya.
Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1.600 buah. Panjang
buah antara 2-5 cm dan berat sekitar 20-30 gram/buah.
Pertumbuhan
dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar
maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis, dan faktor
teknis-agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit,
faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mencapai produksi
kelapa sawit yang maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam
keadaan optimal.
Faktor iklim
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit.
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar
lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 m dpl. Beberapa unsur
iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari,
suhu, kelembapan udara, dan angin.
Curah hujan optimum yang
diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun dengan
distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah
hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa
sawit. Namun, yang terpenting adalah tidak terjadi defisit air sebesar 250 mm.
Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap mineral dari dalam
tanah. Oleh sebab itu, musim kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan
produksi.
Selain curah
hujan dan sinar matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang
optimal sekitar 24-280C untuk tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman
masih bisa tumbuh pada suhu terendah 180C dan tertinggi 320C. Beberapa faktor
yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian
tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat, makin tinggi
suhunya. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian 500 m dpl akan
terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang ditanam di dataran
rendah.
Sinar matahari
diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah.
Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama
penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari.
Beberapa daerah seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan sering terjadi
penyinaran matahari kurang dari 5 jam pada bulan-bulan tertent. Penyinaran yang
kurang dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan penyakit.
Kelembapan
udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa
sawit. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Kecepatan
angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang
kering menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi kelembapan, dan dalam waktu
lama mengakibatkan tanaman layu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembapan
adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan
evapotranspirasi.
Tanaman kelapa
sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti podsolik, latosol,
hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol. Namun, kemampuan produksi kelapa
sawit pada masing-masing jenis tanah tersebut tidak sama. Ada dua sifat utama
tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Beberapa hal
yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi,
kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalaman
permukaan air tanah. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur,
berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar
80 cm tanpa lapisan padas. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20-60%,
debu 10-40%, dan liat 20-50. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai
berpasir dan tanah gambut tebal.
Keadaan
topografi pada areal perkebunan kelapa sawit berhubungan dengan kemudahan
perawatan tanaman dan panen. Topografi yang dianggap cukup baik untuk tanaman
kelapa sawit adalah areal dengan kemiringan 0-150. Hal ini akan memudahkan
pengangkutan buah dari pohon ke tempat pemungutan hasil atau dari perkebunan ke
pabrik pengolahan. Areal dengan kemiringan lereng lebih dari 150 masih
memungkinkan ditanami, tetapi perlu dibuat teras. Areal seperti ini akan
menyulitkan panen serta pengakutan hasil.
Sifat kimia
tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan hara
mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan dosis
pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan
tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat
diatasi dengan pemupukan. Walaupun demikian, tanah yang mengandung unsur hara
dalam jumlah besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman, sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan
unsur-unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara
4,0-6,5, sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah
dapat dinaikkan dengan pengapuran, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah
dengan pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah
gambut.
Tanaman kelapa
sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi,
dengan C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%. Daya tukar Mg dan K berada pada
batas normal, yaitu untuk Mg 0,4-1,0 me/100 gram, sedangkan K 0,15-1,20 me/100
gram. Namun, faktor pengelolaan budi daya atau teknis agronomis dan sifat
genetis induk tanaman kelapa sawit juga sangat menentukan produksi kelapa
sawit.
Untuk menjaga
kelangsungan hidup tanaman kelapa sawit maka diperlukan perawatan dan pemeliharaannya.
Hama dan penyakit adalah salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
dalam pembudidayaan tanaman kelapa sawit. Akibat yang ditimbulkannya sangat
besar, seperti penurunan produksi bahkan kematian tanaman. Hama dan penyakit
dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman
menghasilkan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan serangga
(insekta) dan sebagian lagi golongan mamalia, sedangkan penyakit yang menyerang
kelapa sawit disebabkan oleh mikro organisme jamur, bakteri, dan virus.
A. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit
1. Penanaman Tanaman Kelapa Sawit
Pada umumnya
tanaman kelapa sawit berasal dari bibit yang dikembangbiakkan dengan cara
generatif, yaitu dengan biji. Cara penggadaan bibit seperti ini memiliki
kendala yaitu bahan bibit yang akan diperoleh terbatas dan bervariasi. Namun,
sejalan dengan perkembangan teknologi, pengadaan bibit kelapa sawit sudah dapat
dilakukan dengan menggunakan teknologi kultur jaringan. Cara ini dianggap lebih
praktis dan mampu mengatasi beberapa kendala pengembangbiakan yang berasal dari
biji.
a. Jenis-Jenis Bibit Kelapa Sawit
Bibit kelapa sawit dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
benih dan bibit liar, bibit unggul, serta bibit kultur jaringan.
1. Benih dan bibit liar
Beberapa ciri fisik yang dapat digunakan untuk mengetahui
benih atau bibit kelapa sawit liar adalah sebagai berikut.
a). Ciri-ciri fisik biji atau kecambah liar
1). Tempurung bijinya tipis.
2). Banyak mengandung serabut, permukaannya kasar dan kotor
karena pengupasnnya tidak dilakukan dengan benar.
3). Panjang radicula (calon akar) dan plumula (calon batang)
tidak seragam.
4). Persentase kematian dari biji/kecambah cukup besar
karena sebelumnya biji tidak direndam dalam fungisida.
b). Ciri-ciri fisik bibit liar
1). Pertumbuhan bibit tidak seragam.
2). Persentase pertumbuhan bibit yang abnormal cukup tinggi.
3). Bibit terlihat kurus karena endosperm yang berisi
cadangan makanan berukuran kecil.
4). Lebih mudah terserang hama penyakit.
c). Ciri-ciri fisik tanaman yang berasal dari bibit liar
1). Banyak dijumpai tanaman yang tumbuh abnormal.
2). Pertumbuhannya tidak seragam baik tinggi, besar batang,
maupun lebar tajuk.
3). Produksi per tanaman sangat bervariasi, yaitu sekitar
25% tidak berbuah, 50% berbuah dengan rendemen minyak rendah, dan 25%
kemungkinan berbuah baik.
2. Benih unggul
Beberapa ciri yang dapat digunakan untuk menandai kecambah
yang dikategorikan baik dan layak untuk ditanam antara lain sebagai berikut.
a). Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula
keputih-putihan.
b). Ukuran radikula lebih panjang dari pada plumula.
c). Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan
arah.
d). Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan plumula 3 cm.
3. Bibit kultur jaringan
Pada tahun
1974 dihasilkan tanaman kelapa sawit pertama dari metode kultur jaringan di
Unilever Research Laboratory of London. Di Indonesia, teknik kultur jaringan
tanaman kelapa sawit antara lain dikembangkan oleh PT Socfindo, Pusat
Penelitian Marihat, dan Balai Penelitian Perkebunan Medan.
Teknik kultur
jaringan (tissue culture) merupakan satu cara untuk mendapatkan klon kelapa
sawit dengan perlakuan khusus dari bahan biakan yang berupa jaringan muda.
Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan (eksplan) tanaman kelapa
sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar. Tujuan yang akan dicapai
sehubungan dengan penerapan kultur jaringan pada tanaman kelapa sawit adalah
sebagai berikut.
a). Satu alternatif untuk meningkatkan produksi minyak dari
5-6 ton/ha/tahun menjadi 7-9 ton/ha/tahun atau 32-40 ton TBS/ha/tahun.
b). Mengatasi kesulitan perbanyakan tanaman kelapa sawit
secara konvensional (dengan menggunakan biji).
c). Mengatasi masalah kesulitan perkecambahan, terutama pada
jenis-jenis atau varietas yang agak sulit dikecambahkan.
d). Meningkatkan keseragaman tanaman kelapa sawit sehingga
akan mengurangi variasi produksi termasuk rendemen minyak.
e). Mempercepat waktu pemanenan.
b. Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit
Bibit tidak
dapat langsung ditanam di lapangan karena bibit masih terlalu kecil sehingga
mudah terganggu pertumbuhannya oleh hama penyakit. Selain itu, pertumbuhan
bibit tidak seragam terutama untuk bibit yang sangat muda.
Pembibitan
dibagi menjadi dua tahap, yaitu pembibitan pendahuluan atau persemaian dan
pembibitan utama. Sebelum pembibitan dimulai, biasanya dilakukan pengecambahan
biji. Biji-biji yang telah terseleksi, yaitu biji yang unggul disebarkan di
bedengan untuk perkecambahan. Setelah biji disebar, bedengan ditutup dengan
atap untuk mencegah turunnya suhu pada malam hari. Biji yang telah berkecambah
kemudian dipindahkan untuk pembibitan selanjutnya.
1). Pembibitan Pendahuluan
Pembibitan
pendahuluan atau persemaian bertujuan memperoleh bibit yang rata pertumbuhannya
sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Tahap awal ialah penyiapan lahan
bedengan berukuran 1,6x20 m dengan jarak antar bedengan 80 cm. Media yang
digunakan campuran tanah lapisan atas dan pupuk kandang dengan perbanding 2:1.
Setelah tercampur kemudian dikeringkan dan disaring, selanjutnya dimasukkan ke
dalam polybag dengan penyiraman terlebih dahulu.
Benih yang
telah berkecambah ditanam dalam polybag dan dijaga agar akarnya tidak patah.
Penyiraman dilakukan rutin, setiap pagi dan sore hari. Pemupukan dapat
menggunakan urea, setiap 400 bibit membutuhkan 56 gram urea/18 liter air.
Pemupukan dilakukan setiap minggu, setelah dipupuk tanaman disiram lagi dengan
air agar daun tidak hangus.
2). Pembibitan Utama
Bibit yang
sudah berumur 3 bulan atau bila sudah berdaun 3-4 lembar dapat dipindahkan ke
pembibitan utama. Bibit dipilih yang memiliki tinggi seragam dan pertumbuhannya
normal. Tujuan utama pembibitan, yaitu agar bibit cukup kuat dan besar sebelum
ditanam di lahan, juga agar pertumbuhan semua bibit seragam. Persiapan media
tanam menggunakan campuran tanah lapisan atas dengan pupuk kandang. Polybag
yang digunakan harus besar, berukuran 40x50 cm dan dapat menampung beban media
seberat ± 25 kg. Perawatan selanjutnya tidak berbeda dengan pembibitan awal.
c. Penanaman
Penanaman atau
pemindahan bibit ke lahan dilakukan setelah bibit berumur 12-14 bulan karena
umur yang tidak tepat dapat menyebabkan kematian. Tinggi bibit yang dianjurkan
antara 70-180 cm. Bibit yang tingginya lebih, produksinya juga tidak akan lebih
baik. Waktu tanam yang baik pada awal musim hujan. Penanaman pada musim kemarau
dapat menyebabkan kematian karena persediaan air terbatas, sedangkan tanaman
membutuhkan lebih banyak air.
Jarak tanam
dan susunan penanaman menentukan kerapatan tanaman yang memengaruhi tingkat
produktivitas tanaman. Jarak tanam optimal 9 m untuk tanah datar dan 8,7 m
untuk tanah bergelombang. Sedangkan susunan tanaman yang paling ekonomis adalah
bentuk segitiga sama sisi, sehingga tiap hektar dapat memuat 143 pohon.
2. Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit
Perawatan
tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dan menentukan masa
produktif tanaman. Perawatan bukan hanya ditujukan terhadap tanaman, tetapi
juga media tumbuh (tanah). Walaupun tanaman dirawat dengan baik, tetapi perawatan
tanah diabaikan maka tidak akan banyak memberi manfaat. Perawatan tanaman
kelapa sawit meliputi penyulaman, penanaman tanaman sela, pemberantasan gulma,
pemangkasan, pemupukan, kastrasi, dan penyerbukan buatan.
a. Penyulaman
Penyulaman
bertujuan mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhannya kurang baik dengan
tanaman yang baru. Kematian atau kurang baiknya pertumbuhan tanaman dapat
disebabkan bebarapa hal, yaitu penanaman yang kurang teliti, kekeringan,
terendam air, terserang hama dan penyakit. Penanaman dikatakan berhasil jika
jumlah tanaman yang disulam maksimum 2-3% dari seluruh bibit yang ditanam. Pada
perkebunan besar, jumlah cadangan bibit dapat mencapai 5% dari jumlah bibit
yang ditanam.
Saat yang baik untuk melakukan penyulaman adalah musim
hujan. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah yang berumur 12-14 bulan
dan perkembangannya sehat.
b. Penanaman Tanaman Sela
Pada umumnya,
tanaman sela untuk kelapa sawit dipilih dari tanaman yang berumur pendek dan
pertumbuhannya tidak mengganggu tanaman pokok, bahkan kalau bisa menguntungkan.
Kalaupun tidak mendatangkan keuntungan, tanaman sela harus dapat cepat
dimatikan agar tidak menimbulkan kerugian. Berbagai jenis tanaman palawija dan
sayur-sayuran, seperti jagung, kedelai, ketela pohon, ketela rambat, kacang
panjang, dan kecipir dapat digunakan untuk tanaman sela.
c. Pengendalian Gulma
Gulma yang
tumbuh di sekitar bibit atau tanaman kelapa sawit perlu diberantas sebab dapat
merugikan tanaman pokok, bahkan menurunkan produksi. Gulma menjadikan tanaman
pokok berkompetisi dalam memperoleh air, unsur hara, cahaya maupun CO2. Selain
itu, gulma dapat berperan sebagai tanaman inang bagi hama dan penyakit.
Pada dasarnya
ada 3 cara pemberantasan gulma, yaitu secara mekanis (manual), kimiawi, dan
biologis. Pemberantasan secara mekanis adalah pemberantasan dengan menggunakan
alat dan tenaga secara langsung. Alat yang digunakan antara lain sabit,
cangkul, dan garpu. Pemberantasan mekanis dapat dilakukan dengan cara clean
weeding atau penyiangan bersih pada daerah piringan dan selective weeding yaitu
penyiangan untuk jenis rumput tertentu, seperti alang-alang, krisan, dan teki.
Pemberantasan gulma dengan cara ini dapat dilakukan 5-6 kali pada tahun pertama
atau tergantung keadaan perkebunan.
Pemberantasan
gulma secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida. Keuntungan cara
kedua ini adalah penggunaan tenage kerja yang relatif sedikit. Namun, cara ini
dapat mengganggu organisme lain dan kelestarian alam. Pemberantasan gulma
secara biologi yaitu dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan atau organisme tertentu
yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh buruk dari gulma.Untuk mendapatkan
hasil yang lebih efektif, pemberantasan gulma tanaman kelapa sawit dapat
dilakukan dengan kombinasi ketiga cara yang telah disebutkan di atas.
d. Pemangkasan
Pemangkasan
adalah pembuangan daun-daun tua tanaman kelapa sawit dengan menggunakan alat
ehisel (dodos), egrek (arit bergagang bambu panjang), atau kampak petik. Untuk
tanaman muda yang belum menghasilkan buah, pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali
dan untuk tanaman yang pernah berbuah, dilakukan 8 bulan sekali.
Pada tanaman
muda sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud mengurangi
penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal
perkebunan. Tujuan pemangkasan adalah sebagai berikut:
1). Memperbaiki sirkulasi udara di sekitar tanaman sehingga
dapat membantu proses penyerbukan secara alami.
2). Mengurangi penghalangan pembesaran buah dan kehilangan
brondolan buah terjepit pada pelepah daun.
3). Membantu dan memudahkan pada waktu panen.
4). Mengurangi perkembangan epifit.
5). Agar proses metabolisme tanaman berjalan lancar,
terutama proses fotosistesis dan respirasi.
e. Pemupukan
Salah satu
tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman adalah pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk menambah
ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar tanaman dapat menyerapnya
sesuai dengan kebutuhan. Dengan pemupukan dapat meningkatkan produktivitas
tanaman.
Kekurangan
atau defisiensi unsur hara tanaman, dapat diketahui dari gejala-gejala yang
tampak pada tanaman. Defisiensi unsur hara yang berlebihan dapat menurunkan
produktivitas tanaman bahkan dapat menyebabkan kematian.
Pemberian
pupuk pada tanaman harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi kunci
keefektifan pemberian pupuk, diantaranya daya serap akar tanaman, cara
pemberian dan penempatan pupuk, waktu pemberian, serta jenis dan dosis pupuk.
Beberapa jenis pupuk yang dapat digunakan antara lain Urea, TSP, KCL,
Kieserite, dan Boraks. Dosis untuk setiap tempat berbeda, tergantung tingkat
kesuburan tanah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memupuk tanaman
sebagai berikut.
1). Bersihkan terlebih dahulu piringan dari rumput,
alang-alang, dan kotoran lain.
2). Pada areal datar semua pupuk ditabur merata mulai 0,5 m
dari pohon sampai pinggir piringan.
3). Pada areal yang berteras, pupuk disebar pada piringan
kurang lebih 2/3 dari dosis di bagian dalam teras dekat dinding bukit, sisanya
(1/3 bagian) diberikan pada bagian luar teras.
Pupuk harus
tersedia pada waktu yang ditentukan, sehingga keberadaannya tidak menjadikan
suatu hambatan bagi tanaman yang akan dipupuk. Adapun waktu yang terbaik untuk
melakukan pemupukan adalah pada saat musim penghujan, yaitu pada saat keadaan
tanah berada dalam kondisi yang sangat lembap, tetapi tidak sampai tergenang
air. Dengan demikian, pupuk yang ditaburkan di masing-masing tanaman dapat
segera larut dalam air, sehingga lebih cepat diserap oleh akar tanaman. Jumlah
air tanah yang sangat baik untuk melarutkan pupuk adalah sekitar 75% dari
kapasitas lapang. Hal ini dapat dicapai jika sehari sebelumnya telah terjadi
hujan sebanyak sekitar 20 mm serta pada bulan-bulan sebelumnya tidak terjadi
defisit air. Adakalanya berdasarkan hasil rekomendasi pemupukan yang ada pada
masa TBM, pupuk diaplikasikan sebanyak 3 kali dalam setahun, dimana untuk pupuk
N, P, K, Mg dan Bo dapat diberikan menjelang dan akhir musim hujan.
f. Kastrasi
Kastrasi
adalah pemotongan atau pembuangan secara menyeluruh bunga jangan maupun bunga
betina sebelum areal tersebut dipolinasi. Kastrasi dilakukan sejak tanaman
mengeluarkan bunga yang pertama (umur 12 bulan setelah tanam) sampai tanaman
berumur 33 bulan atau selambat-lambatnya 6 bulan sebelum panen pertama.
Kastrasi bertujuan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif dan menghilangkan
sumber infeksi hama dan penyakit.
Bunga pertama
yang terbentuk hingga 6 bulan sebelum panen, biasanya akan berguguran dan masih
kecil-kecil, sebab bagian dari bunga belum sempurna. Bunga tersebut jika
dipertahankan untuk menghasilkan buah, sangat tidak efisien, karena buah yang
terbentuk memiliki kandungan minyak yang sangat sedikit. Kastrasi dilakukan 1
bulan sekali atau sebanyak 10-12 kali selama masa TBM dengan menggunakan dodos.
Dengan melakukan kastrasi yang baik dan benar, diharapkan pada saat panen
perdana atau 6 bulan setelah kastrasi terakhir, buah yang dihasilkan memenuhi
kriteria panen yang diinginkan sehingga akan menghasilkan rendemen minyak yang
tinggi.
g. Penyerbukan buatan
Penyerbukan
alami dinilai kurang menguntungkan karena jumlah buah yang dihasilkan lebih
sedikit. Mendapatkan tandan dengan ukuran dan jumlah buah yang optimal, harus
dilakukan penyerbukan buatan (assisted pollination). Selain itu, dimaksudkan
juga membantu penyerbukan alami yang terganggu karena jumlah bunga jantang
kurang atau musim hujan yang panjang. Penyerbukan ini dapat dilakukan dengan
bantuan manusia atau serangga.
1). Penyerbukan dengan bantuan manusia
Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah pengambilan serbuk sari dari bunga jantan
yang segar dan sedang mekar (anthesis) yang ditandai dengan warna yang kuning
terang dan bau yang khas. Untuk menghindari kehilangan serbuk sari, sebaiknya
bunga jantan yang akan diambil serbuk sarinya ditutup dengan kanton kertas atau
kantong plastik, lalu dipotong. Kantong yang berisi potongan bunga jantan
tersebut lalu diguncang-guncangkan agar serbuk sari terlepas. Serbuk sari
kemudian disaring (saringan 70 mesh) dan dikeringkan di dalam oven pada suhu
380 C selama 24 jam dengan cara disebarkan di atas kertas setebal 0,65 cm.
setelah kering, serbuk sari disimpan dalam alat desiccator yang dilengkapi
silica gel yang mengabsorpsi uap air. Serbuk sari yang akan digunakan dicampur
dengan talk dengan perbandingan 1:10 dalam puffer.
Penyerbukan
dilakukan pada bunga betina yang sedang reseptif dengan tanda putiknya berwarna
kuning kemerah-merahan, berlendir, berbau spesifik, dan kelopak bunga bagian
atas sudah terbuka. Untuk memudahkan penyerbukan, pembukaan kelopak bunga
sampai bawah dapat dibantu dengan alat dari kayu yang ujungnya diberi 2 buah
paku. Bagian atas puffer yang berisi serbuk sari ditutup dengan kain kasa agar
serbuk sari dapat keluar jika dihembuskan. Selanjutnya, serbuk sari dihembuskan
di seluruh bagian bunga betina sampai mencapai kepala putik. Apabila serbuk
sari tidak habis pada hari itu, sisanya harus dibuang.
Rotasi
penyerbukan buatan untuk tahun pertama dilakukan sekali dalam 3 hari atau 2
kali seminggu. Pada tahun kedua dan ketiga, penyerbukan dilakukan berdasarkan
perhitungan bunga jantan yang mekar per hektar setiap minggu. Jika bunga jantan
lebih dari tiga buah per hektar, penyerbukan dilakukan dengan rotasi setiap
minggu. Jika jumlahnya antara 3-5 buah per hektar, penyerbukan dilakukan
berdasarkan pertimbangan iklim atau hujan yang menghalangi pelaksanaan
penyerbukan alami. Jika jumlahnya lebih dari 5 buah per hektar, tidak perlu
dilakukan penyerbukan buatan sebab bunga jantan dianggap sudah cukup untuk
menyerbuk secara alamiah.
Keberhasilan
penyerbukan buatan ditentukan oleh kebersihan puffer dan kain kasa penutup
botol. Sebaiknya kain kasa penutup botol diganti setiap kali pemakaian. Sebagai
langkah terakhir adalah melakukan pengontrolan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan penyerbukan. Pengontrolan dapat diketahui dengan mengamati
perkembangan warna putik dan bakal bijinya.
2). Penggunaan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS)
Serangga
penyerbuk kelapa sawit yang paling banyak digunakan dan telah memberikan hasil
yang optimal adalah Elaeidobius kameranicus. Serangga tersebut didatangkan dari
Kamerun, Afrika dan diperkenalkan pada tahun 1983. Termasuk dalam ordo
Coleoptera dengan panjang 4 mm, lebar 1,5 mm, dan berwarna cokelat kehitaman.
Pelepasan serangga tersebut di Indonesia antara lain dilakukan di kebun
percobaan Sungai Pancur, Pagar Merbau dan Aek Pancur di Sumatera. Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa jenis serangga tersebut berkembang biak dengan cepat,
baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Dapat berimigrasi sampai sejauh 1
km untuk mendapatkan bunga jantan yang sedang beranthesis. Serangga penyerbuk
kelapa sawit datang pada bunga betina karena tertarik dengan bau yang
dikeluarkan oleh bunga betina. Kemampuan serangga untuk membawa serbuk sari
besar sekali dan tanpa disengaja dibawa ke kepala putik. Proses penyerbukan
buatan pun akan terjadi. Siklus hidup untuk serangga betina mulai dari telur
hingga terbentuk kumbang dewasa adalah 8-21 hari, sedangkan serangga jantan
9-24 hari. Polinasi serangga penyerbuk kelapa sawit dapat dimulai setelah
kastrasi terakhir atau 6 bulan sebelum panen pertama. Perlakuan tersebut dapat
dilanjutkan secara berkala sampai tanaman berumur 7 tahun. Setelah itu,
perkembangan serangga penyerbuk kelapa sawit akan berlangsung sendiri.
Kehadiran
serangga penyerbuk kelapa sawit tersebut memberikan dampak yang nyata bagi
perkebunan kelapa sawit, diantaranya meningkatkan produksi TBS hingga mencapai
15-20%, susunan buah yang dihasilkan sangat baik dan padat. Begitu pula ukuran,
berat tandan, dan rendemen inti mengalami peningkatan menjadi 6-7%. Namun,
serangga penyerbuk kelapa sawit juga menimbulkan dampak yang merugikan terutama
dapat meningkatkan populasi tikus karena tikus menyukai larva serangga
tersebut.
h. Panen Pemanenan Pada Tanaman Kelapa Sawit
Kriteria umum
yang digunakan untuk panen adalah 2 grondolan untuk 1 kg tandan buah segar
(TBS) pada tanaman berumur 3-5 tahun. Panen yang tepat bertujuan untuk mencapai
kandungan minyak yang maksimal. Pemanenan pada buah yang terlalu masak akan
meningkatkan Asam Lemak Bebas (ALB), sebab kandungan minyaknya berubah menjadi
ALB. Sedangkan buah mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB-nya
rendah.
Ada 3 cara
panen yang biasa dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk
tanaman dengan tinggi 2-5 m menggunakan cara panen jongkok dengan alat dodos,
sedangkan tanaman yang tingginya 5-10 dipanen dengan cara berdiri dan
menggunakan alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk pemanenan tanaman
dengan tinggi di atas 10 m, dengan alat arit bergagang panjang (egrek).
B. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit
1. Pengendalian Hama Tanaman Kelapa Sawit
Berbagai jenis hama yang banyak ditemukan di areal
perkebunan kelapa sawit serta cara pengendalian dan pemberantasannya adalah sebagai
berikut.
a. Ulat Api
Gejalanya
helaian daun berlubang atau habis sama sekali, mulai dari daun bagian bawah
sehingga hanya tingggal tulang daun. Dalam kondisi yang parah tanaman akan
kehilangan daun sekitar 90%. Pada tahun petama setelah serangan dapat
menurunkan produksi sekitar 69% dan sekitar 27% pada tahun kedua.
Penyebabnya
adalah hama pemakan daun, seperti setora nitens, darna trima, dan ploneta
diducta. Larva berupa ulat berwarna hijau dan pada punggungnya terdapat garis
putih memanjang dari kepala sampai ujung badan. Ulat ini berukuran panjang
20-25 mm. Punggungnya berbulu kasar kaku dan beracun. Bulu kasar tersebut
mengeluarkan cairan dan jika terkena tangan terasa gatal dan panas.
Pada serangan
ringan, pengendalian dapat dilakukan dengan mengambil ulat dari daun dan
memusnahkannya. Pemberantasan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida
berbahan aktif triazofos 242 g/l, karbaril 85% dan klorpirifos 200 g/l.
Beberapa contoh insektisida tersebut adalah Hostation 25 ULV, Sevin 85 ES atau
Dursban. Konsentrasi yang dianjurkan yaitu 0,2-0,3%. Pengendalian secara
biologis, yaitu dengan penyebaran virus B. nudaurelia.
b. Penggerek Tandan Buah
Gejalanya buah
muda atau tua terlihat berlubang-lubang. Penyebabnya yaitu Ngengat Tirthaba
mundella. Berwarna cokelat muda sampai cokelat tua dengan panjang sekitar 4 cm.
Hama ini meletakkan telurnya pada tandan buah dan setelah menetas, larva akan
melubangi buah kelapa sawit. Ulat memakan putik bunga dan daging buah.
Pengendalian secara kimia menggunakan insektisida, secara
biologi dengan penyebaran predator dan lalat parasit.
c. Tikus
Gejalanya
pertumbuhan tanaman tidak normal, terutama pada bibit dan tanaman muda. Pada
tanaman dewasa yang sudah menghasilkan, terjadi kerusakan tandan buah dan bunga
yang masih muda. Pengendalian dengan merusak sarang tikus, pengeroyokan masal,
dan memanfaatkan predator atau musuh alami, seperti kucing, ular, dan burung
hantu. Secara kimia, dapat menggunakan rodentisida.
d. Nematoda
Gejalanya
daun-daun baru yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak.
Selanjutnya daun berubah warna menjadi kuning dan mengering. Terjadi pembusukan
pada tandan bunga dan tidak membuka, sehingga tidak menghasilkan buah.
Penyebabnya
yaitu Nematoda Rhadinaphelenchus cocophilus. Hama ini menyerang akar tanaman
kelapa sawit. Untuk memberantas sumber infeksi, pohon yang terserang diracun
dengan natrium arsenit. Tanaman yang sudah mati dan kering dibongkar kemudian
dibakar.
e. Tungau
Menyerang daun
bagian bawah terutama pada daun tua. Warna daun akan berubah menjadi perunggu
mengkilap. Timbul bintik-bintik dan daun akan mengering. Hama ini menyerang
pada pesemaian atau pembibitan. Penyebabnya adalah tungau merah (oligonychus)
yang panjangnya 0,5 mm. Hidup di sepanjang tulang anak daun sambil mengisap
cairan daun. Hama ini membahayakan dan berkembang pesat dalam keadaan cuaca
kering di musim kemarau. Cara mengatasinya adalah melakukan penyemprotan dengan
akarisida Tedion 75 EC yang mengandung bahan aktif tetradifon 75,2 g/l dengan
konsentrasi 0,1-0,2%. Dapat pula disemprot dengan insektisida Perfekthion
dengan bahan aktif dimetoat dengan konsentrasi 0,1%.
2. Pengendalian Penyakit Tanaman Kelapa Sawit
a. Jamur Culvularia
Biasanya menyerang saat bibit masih berumur beberapa bulan.
Jika serangan parah, daun kering, menggulung, dan rusak. Pengendalian
menggunakan fungisida.
b. Busuk Pangkal Batang
Gejalanya daun
hijau pucat, daun muda yang terbentuk sedikit. Daun tua layu dan patah pada
pelepahnya. Batang menghitam selanjutnya membusuk dengan warna cokelat muda.
Akhirnya, bagian atas tanaman berjatuhan dan batangnya roboh.
Pengendalian dengan membongkar
dan membakar tanaman yang terserang, di sekitar tanaman dibuat parit, dan
tanaman yang belum terserang dibumbun.
c. Busuk Tandan
Gejalanya terdapat meselium berwarna putih pada buah atau
pangkal pelepah daun. Pengendalian dengan pembakaran tandan buah yang terserang
dan secara kimia dengan penggunaan fungisida.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keterangan dan uraian di atas maka penulis dapat
mengambil kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Cara penanaman dan
pemeliharaan pada tanaman kelapa sawit yaitu pertama dengan memilih bibit yang
unggul, kemudian lakukan pembibitan pendahuluan atau persemaian bertujuan
memperoleh bibit yang rata pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan
utama. Penanaman atau pemindahan bibit ke lahan dilakukan setelah bibit berumur
12-14 bulan karena umur yang tidak tepat dapat menyebabkan kematian. Tinggi
bibit yang dianjurkan antara 70-180 cm. Jarak tanam dan susunan penanaman menentukan
kerapatan tanaman yang memengaruhi tingkat produktivitas tanaman. Jarak tanam
optimal 9 m untuk tanah datar dan 8,7 m untuk tanah bergelombang. Sedangkan
susunan tanaman yang paling ekonomis adalah bentuk segitiga sama sisi, sehingga
tiap hektar dapat memuat 143 pohon. Sedangkan untuk pemeliharaan atau
perawatannya yaitu meliputi penyulaman, penanaman tanaman sela, pemberantasan
gulma, pemangkasan, pemupukan, kastrasi, dan penyerbukan buatan.
2. Cara pengendalian hama dan
penyakit pada tanaman kelapa sawit yaitu pemberantasan secara kimia dengan
menyemprotkan insektisida pada hama ulat api, rodentisida pada hama tikus dan
secara biologi dengan penyebaran predatornya. Sedangkan pengendalian penyakit
tanaman kelapa sawit yaitu
Jamur Culvularia dengan menggunakan
fungisida, busuk pangkal batang pengendaliannya dengan membongkar dan membakar
tanaman yang terserang di sekitar tanaman dibuat parit, dan busuk tandan
pengendalian dengan pembakaran tandan buah yang terserang dan secara kimia
dengan penggunaan fungisida.